Jawaban untuk kaum “tekstual liberalis”
Nashr Hamid Abu Zayd , seorang
“tekstual liberalis” berpendapat bahwa Aqur’an adalah
“produk budaya” artinya Alqur’an, kata dia, terbentuk dalam realitas dan
budaya, selama lebih dari 20 tahun. Namun Alqur’an juga mengubah budaya karena
itu ia juga “produsen budaya”
Jawaban:
Pendapat Nashr Hamid problematis. Kapan
Alqur’an menjadi produk budaya dan kapan ia menjadi podusen budaya?
Jika Alqur’an menjadi produk budaya
ketika wahyu selesai, maka dalam rentang waktu wahyu pertama turun hingga wahyu
selesai, Alqur’an berada dalam keadaan pasif karena ia produk budaya Arab
jahiliyah. Namun, ini pendapat salah, karena ketika diturunkan secara gradual,
Alqur’an ditentang dan menentang budaya Arab Jahiliyah saat itu. Jadi,
Alqur’an bukanlah produk budaya, karena Alqur’an bukanlah hasil
kesinambungan dari budaya yang ada. Alqur’an justru membawa budaya baru dengan
mengubah budaya yang ada. Ia produsen budaya.
Jika dikatakan bahwa Alqur’an menjadi
produk budaya sekaligus produsen budaya sejak awal wahyu diturunkan, maka hal
ini membingungkan karena menggabungkan sebab (produsen) dan akibat (produk)
pada situasi tertentu.
Selain itu, Nashr Hamid mengabaikan
kompleksitas yang terjadi di dalam kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan adalah
istilah abstrak yang tidak seharusnya menjadi pembentuk. Manusia pun bisa
membentuk kebudayaan. Rasulullah SAW tidak dibentuk oleh budaya Arab
Jahiliyyah. Justru Rasulullah yang membentuk peradaban yang di ridhoi Allah
SWT. Jadi Alqur’an bukanlah produk budaya Arab Jahiliyah. Namun justru
kebudayaan Arab pada zaman Rasulullah SAW adalah produk dari Alqur’an.
Alqur’an
juga bukan teks bahasa arab
biasa, sebagaimana teks-teks sastra Arab lainnya. Menurut Prof Naquib
al-Attas,
bahasa Arab Alqur’an adalah bahasa Arab bentuk baru. Sejumlah kosa kata
pada
saat itu , telah di –Islam-kan maknanya. Alqur’an mengislamkan dan
membentuk
makna-makna baru dlaam kosa-kata bahasa Arab. Kata-kata penghormatan
(muruwwah), kemuliaan (karamah), dan persaudaraan (ikhwah), misalnya,
sudah ada
sebelum Islam. Tapi, kata-kata itu diislamkan dan diberi makna baru,
yang berbeda
dengan makna zaman jahiliyah. Kata “karamah”, misalnya yang sebelumnya
bermakna
“memeliki banyak anak, harta, dan karakter tertentu yang merefleksikan
kelelaki-lakian, diubah alqur’an dengan memperkenalkan unsur ketaqwaan
(taqwa).
Contoh lain, juga pada “ikhwah” yang berkonotasi kekuatan dan
kesombongan kesukuan. Ini diubah maknanya oleh Alqur’an, dengan
memperkenalkan gagasan persaudaraan
yang dibangun atas dasar keimanan, yang lebih tinggi daripada
persaudaraan darah (lihat
wan moh Nor Wan Daud, The educational philosophy and practise of syed
Muhammad Naquib al-attas: An exposition of the original concept islamization - kuala
lumpur: ISTAC, 1998).
Jika Alqur’an teks bahasa arab biasa maka logikanya, Rasulullah SAW ahli di bidang tulisan dan bacaan, yang karena keahliannya itu bisa membawa perubahan sangat mendasar pada masyarakat Arab waktu itu. Padahal Rasulullah SAW itu tidak dapat membaca dan menulis.
Jadi sekalipun
Alqur’an disampaikan oleh Rasulullah SAW pada ummatnya pada abad ke-7 masehi,
namun ini tidak serta merta mengindikasikan bahwa Alqur’an terbentuk dalam
situasi dan budaya yang ada pada abad ke-7 masehi. Alqur’an melampaui
historitasnya sendiri karena Alqur’an dan ajarannya adalah trans-historis. Kebenarannya
adalah sepanjang zaman.
Alqur’an bukan teks manusiawi,
sebagaimana klaim Nashr Hamid, karena ia bukan kata-kata Muhammad SAW. Allah berfirman
yang artinya: ”Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama)
Kami, niscaya Kami pegang dia pada tangan kanannya, kemudian benar-benar Kami
potong urat tali jantungnya” (qs.Al-Haqqah:44-46) “Dan tiadalah yang diucapkannya
itu (Alqur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (Qs al-Najm:3-4).
Sebenarnya bualan Nashr Hamid tidaklah baru sama sekali. Para orientalis sudah lama berusaha menolak otensitas Alqur’an sebagai wahyu Allah SWT. Jika dulu mereka menyatakan bahwa Alqur’an karangan Muhammad maka beberapa orientalis sekarang ini seperti Montgomery watt dan WC smith membual Alqur’an adalah Kalam Tuhan dan sekaligus kata-kata Muhammad.
Ringkasnya Nahsr Hamid dan para orientalis
hendak memadamkan Islam. Namun Cahaya Islam tak akan redup. Dan Nasr Hamid Abu
Zayd yang sudah divonis Murtad oleh Mahkamah Agung Mesir tahun 1996.
Mari kita memahami, mengkaji dan mengamalkan Islam secara kaffah sesuai dengan pemahaman yang shahih dari Alqur’an dan Alhadits.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar