Jumat, 21 Januari 2011

Pangulu - Datuak

Pangulu dalam bahasa Melayu Kuno, sama dengan paˆhulu dalam Bahasa Minang, sama dengan panghulu, dimana secara maknanya orang yang disebut dengan pangulu berkedudukan setara dengan raja atau sama juga dengan datuk.

Pada awalnya sebutan pangulu, digunakan dalam susunan struktur pemerintahan nagari di kawasan Minang, dimana seorang pangulu juga merupakan pemangku adat dan bergelar Datuak, selanjutnya dalam susunan sebuah nagari terdapat struktur kekuasaan dimulai Panghulu, Malin, Manti dan Dubalang. Selanjutnya dari struktur tersebut, kemudian disatukan dengan istilah Urang Ampek Jinih (Empat orang dengan fungsi masing-masing).

Dalam suatu nagari, malin atau kadangkala disebut juga dengan imam, merupakan seseorang bertugas dalam urusan agama di dalam suatu suku, dan bertanggung jawab dalam permasalahan adat yang terkait dengan agama (Islam). 

Manti berhubungan dengan fungsi adat diantaranya menangani keluhan-keluhan atas pelanggaran adat, bertindak dalam urusan pengadilan serta menjadi juru tulis. 

Dubalang (hulubalang) berfungsi sama dengan fungsi polisi, bertugas menangani masalah-masalah keamanan atau semacam polisi pangulu, dan juga bertugas mengamankan nagari dari serangan luar nagari ataupun konflik intern yang terjadi antar kaum-keluarga di dalam satu nagari.

Setiap suku-suku Minang memiliki struktur pangulu dengan gelar masing-masing. Tinggi rendahnya kedudukan seorang Pangulu dalam adat Minang sangat dipengaruhi oleh kaumnya, dan hal ini sangat mempengaruhi status seorang pangulu untuk dapat mengatur dan mengelola sebuah nagari nantinya. 

Umumnya pada sebuah nagari, suku-suku awal pada nagari tersebut memiliki dominasi atas suku-suku yang datang kemudian. Selain memiliki tanah atau sawah yang luas, para pangulu dari suku-suku awal ini juga ditempatkan pada posisi terhormat dibanding pangulu dari suku-suku yang datang kemudian.

Jabatan penghulu dalam sistem matrilineal Minangkabau terdiri dari tingkatan sebagai berikut
  • Pangulu suku, pangulu yang menjadi pemimpin suku dan merupakan pangulu andiko (utama), serta disebut juga pangulu pucuk (Koto-Piliang) dan pangulu tuo (Bodi-Caniago).
  • Pangulu payung, pangulu yang menjadi pemimpin warga suku yang telah membelah diri dari kaum sukunya karena perkembangan jumlah warga suku tersebut.
  • Pangulu indu (turunan), pangulu yang menjadi pemimpin warga suku yang telah membelah diri dari kaum sepayungnya.

 

Persyaratan Pangulu



Sesuai dengan pepatah masyarakat Minangkabau: dari niniak ka mamak, dari mamak ka kamanakan, jabatan pangulu diwariskan sesuai dengan garis matrilineal. Semua lelaki di Minangkabau dapat menjadi pangulu berdasarkan hubungan pertalian kemenakan. 

Ada empat jenis kemenakan dalam struktur kebudayaan Minangkabau:
  • Kamanakan di bawah daguak, merupakan kemenakan yang ada hubungan pertalian darah.
  • Kamanakan di bawah dado, merupakan kemenakan yang ada hubungan karena sukunya sama, walaupun pangulunya berbeda.
  • Kamanakan di bawah pusek, merupakan kemenakan yang ada hubungan karena sukunya sama tetapi nagarinya berbeda.
  • Kamanakan di bawah lutuik, merupakan kemenakan yang sebelumnya berbeda suku dan nagari tetapi telah meminta perlindungan dan menjadi warga suku tersebut.

 

Mekanisme Pengangkatan Pangulu



Dalam budaya Minangkabau pendirian pangulu baru dikenal dengan nama Batagak pangulu (mendirikan pangulu), dengan beberapa macam mekanisme sebagai berikut:
  • Mati batungkek budi, mendirikan pangulu baru karena pangulu yang lama meninggal dunia.
  • Mambangkik batang tarandam, mendirikan pangulu baru setelah bertahun-tahun tidak dapat dilaksanakan karena belum adanya biaya yang cukup untuk mengadakan Malewa gala (perjamuaan).
  • Mangambangkan nan talipek, mendirikan pangulu baru karena sebelumnya tertunda karena belum adanya kesepakatan dalam kaum tersebut.
  • Manurunkan nan tagantuang, mendirikan pangulu baru karena calon sebelumnya belum cukup umur.
  • Baju sahalai dibagi duo, mendirikan pangulu baru karena pembelahan suku akibat perkembangan warganya sehingga diperlukan seorang pangulu lain disamping pangulu yang telah ada.
  • Mangguntiang siba baju, mendirikan pangulu baru karena terjadinya persengketaan dalam suku tersebut sehingga suku tersebut dibelah dan mempunyai pangulu masing-masing.
  • Gadang mayimpang, mendirikan pangulu baru oleh suatu kaum yang ingin memisahkan diri dari pimpinan pangulu yang telah ada.
  • Bungo bakarang, pemberian status pangulu yang membawa gelaran datuk kepada seseorang oleh kesepakatan para pangulu yang ada di nagari tempat dia tinggal. Gelar ini tidak dapat diwariskan karena gelar ini semacam pemberian gelar kehormatan kepada yang bersangkutan saja.


Mereka yang dipilih itu hendaklah berakal dan dalam kesehariannya berbudi pekerti, sopan santun, ramah tamah, rendah hati. Karena dianya akan menjadi tauladan oleh anak-kemenakan yang dipimpinnya. 

Seperti kata pepatah:
Nan kuriak iyolah kundi, nan merah iyolah sago
Nan bayiek iyolah budi, nan indah iyolah baso.

Selain dari berbudi pekerti pangulu diharapkan mempunyai pemikiran-pemikiran yang baik, cerdas dan disiplin, serta bertanggung jawab dan berada di atas jalan yang benar.
Dek ribuik rabalah padi, dicupak Datuak Tumanggung
Hiduik kalau indak babudi. Duduak tagak kamari tangguang
.

Pengetahuan penghulu dibagi dalam 3 jenis yaitu:
1- Berpengetahuan tentang syarak (agama). Pangulu dalam memimpin kaumnya adalah dari keselamatan dunia sampai keselamatan akhirat. Artinya ia dapat menyuruh berbuat baik, melarang yang mungkar.
2- Berpengetahuan tentang manajemen/administrasi. Pangulu hendaklah mempunyai pengetahuan tentang administarasi pemerintahan, karena dalam urusan memimpin kaumnya tidak terlepas dari hubungannya dengan pemerintahan dan manajemen ekonomi.
3- Berpengetahuan tentang adat. Pangulu haruslah memperdalam tentang tata cara adat yang berlaku setempat (nagari) maupun yang berlaku umum dilingkungan Minangkabau.

Dalam adat pangulu itu adalah urang nan dianjuang tinggi diamba gadang, nan tajadi dek kato mafakat dalam lingkungan cupak adat, nan sapayuang sapatagak. Dalam lingkungan sako turun-tamurun, pusako jawek bajawek, manuruik alua nan luwi, manampuah jalan nan pasa, mamaliharo harto pusako. Kusuik nan kamanyalasaikan, kok karuah nan kamanjaniakan, kok takalok kamanjagokan, kok lupo kamaingekkan, panjang nan kamangarek, singkek nan kamauleh, senteng nan kamambilai.

Pangulu itu adalah orang biasa yang diangkat oleh ahli waris dalam kaumnya untuk menjabat gelar pangulu (soko) kaum tersebut dengan kata mufakat. Dan orang yang telah terpilih jadi pangulu biasanya disebut dengan datuak, setelah memenuhi persyaratan menurut adat yang berlaku di dalam daerah setempat (nagari), kemudian seluruh anggota kaumnya wajib mematuhi segala perintah dan larangannya. 

Kata adat yang bermakna terhadap perintah yaitu:
Kamanakan barajo ka mamak,
Mamak barajo ka pangulu,
Pangulu barajo ka mufakat,
Mufakat barajo ka nan bana,
Nan bana badiri sandirinyo,

I. Martabat Pangulu

Martabat pangulu ada 6 macam yaitu:

1. Ingek dan jago pado adat. Pangulu salalu ingek pado dirinyo baso inyo diangkek oleh kaumnyo, anak-kemenakan dan digadangkan oleh masyarakat nagarinyo. Karena itu setiap gerak gerik dan perilakunya mencerminkan gerak dan perilaku yang dapat dicontoh dan ditauladani oleh masyarakat. Dan seorang pangulu selalu menjaga nama baiknya sebagai pemimpin adat.
Ingek dan jago pado adat
Ingek diadat nan karusak
Jago timbago nan jan sumbiang
Urang ingek pantang takicuah
Urang jago pantang kamaliangan
Ingek-ingek sabalun kanai
Kok malantai sabalun lapuak
Kalau maminteh sabalun anyuik

2. Bailmu, bapaham, ujud sarato yakin dan tawakal kapado Allah swt. Seorang pangulu sudah semestinya melengkapi diri dengan pengetahuan yang berguna. Terutama pengetahuan kemasyarakatan, berilmu tentang korong kampuang, serta pengetahuan tentang hukum. Ingatlah bahwa pangulu itu menjadi hakim bagi kaumnya dan dewan hakim bagi nagarinya. Hal itu didapek tentu “tahu dek batanyo, pandai dek baguru”. Disampiang itu ia juga harus bapaham artinya ia mempunyai paham dalam sesuatu, bisa menyimpan rahasia yang patut dirahasiakan.
Jan taruah bak katidiang, jan taserak bak anjalai, kok ado rundiang ba nan bathin, patuik badua jan batigo.
Bakato paliharo lidah,
Bajaln paliharo kaki,
Lidah tataruang ameh padanannyo,
Kaki tataruang iani padanannyo

Begitu juga dengan ilmu agama, seorang pangulu haruslah memperdalam agamanya, karena ia akan mengarahkan anak kemenakannya hidup bermasyarakat menurut jaran agama, memutuskan tentang hal-hal yang terjadi di kaumnya menurut syarak dll.

3. Kayo dan miskin pado hati dan kebenaran. Kaya pada kebenaran adalah tempat anak kemenakan untuk meminta nasehatdan petunjuk yang baik, pemurah dan suka turun tangan dalam menyelesaikan sesuatu yang terjadi dalam masyarakat. Jujur dan ikhlas dalam tugas yang dihadapi. Miskin hati pada kebenaran adalah bahwa seorang pangulu tahu harga dirinya, tegas dan bijaksana, kebenaran dalam suatu pendirian dan pendapat yang tak bisa ditawar-tawar bak kata pepatah:
Payokumbuah baladang kunik,
Diabao nak urang ka kuantan,
Indak namuah kuniang dek kunik,
Bapantang lamak dek santan.

4. Maha dan murah pado laku dan parangai yang berpatutan. Pangulu dalam pergaulan sehari-hari tingkah laku dan perangainya senantiasa jadi contoh. Maha dalam arti kebenaran adalah tidak bisa ditawar-tawar, sedangkan murah adalah ia sewaktu-waktu bisa bercengkarama dan berkelakar dengan seluruh lapisan masyarakat.

5. Hemat dan cermat, mangana pangka jo akhie. Pangulu dalam mengambil keputusan harus teliti baik bagi kaumnya maupun bagi masyarakat, sehingga keputusan itu tidak saja berguna bagi orang lain tetapi juga berguna bagi dirinya sendiri. Ia menganalisa dengan seksama setiap putusan yang diambil, memikirkan sebab dan akibat tahu latar belakang tindakan yang diputus.
Alun pai ala babaliak, sabalun rabah lah ka ujuang
Alun dibali lah dijua, Sabalun dimakan lah baraso,
Mangana awal jo akhie, maingek mudharat jo manfaat.
Tahu diangin nan baseruik, tahu di alamat kato sampai, alun bakilek la bakalam.

Tahu di runciang ka mancucuak, sarato dahan ka maimpok, sarato hereang dengan gendeang.

6. Saba dan redha, mamakai siddik dan tabalid, barani karano bana. Pangulu hendaklah bersifat sabar, rendah hati dan ramah tamah. Sesuai dengan falsafah pakaian pangulu. Langannyo lapang tasinsiang bukan karano dek pambangieh, bukan karano dek pamberang, mangipeh angek nak nyo dingin, babala sainggo lihie, urang gadang martabatnyo saba. Lawik ditampuah tak barombak, padang ditampuah tak barangin, gunuang tak runtuah karano kabuik, lawik tak karuah karano ikan.
Gantiang pinggang maelo pukek
Dielo tarui ka baringin
Tampak dari ate sago
Kok datang gunjiang jo upek
Sangko sitawa jo si dingin
Baitu pamimpin saba nyo.

II. Sifat-sifat Pangulu

Sifat pangulu yakni sifat yang baik dan terpuji karena pangulu adalah ukuran/tauladan oleh masyarakat kaumnya serta anak nagari.

Ada 4 sifat pangulu yang utama yaitu:

1. Siddiq artinya pangulu itu bersifat benar. Pangulu atau pemimpin haruslah benar, jujur dan tidak berdusta, karena kalau ia berdusta akan kacaulah nagari, anak kemenakan, niscaya kan jauhlah masyarakat nagari itu dari kesejahteraan.
Bajalan luruih bakato bana
Jalan luruih alua tarantang
Luruihnyo manahan liliak
Balabe manahan cubo

Basilang tombak dalam parang
Baribu batu panarungan,
Pariek tabantang menghalangi,
Tatagak paga nan kokoh,
Badindiang sampai kalangik,
Namum nan bana dianjak tidak. 


2. Amanah artinya pangulu dipercaya lahir dan batin. Pangulu itu dipercaya lahir dan batin, karena itu ia tidak akan merugikan anak kemenakan, masyarakat nagari. Sesuai dengan falsafah baju kebesaran pangulu yaitu tidak bersaku, karenanya pangulu tidak mengenal korupsi, mengorek keuntungan dari anak kemenakan dan orang lain demi kepentingan pribadi. Pepatah berikut ini harus dihindari yaitu:
Mangguntiang dalam lipatan
Manuhuak kawan sairiang
Malakak kuciang di dapua,
Manahan jarek di pintu

3. Fathanah artinya pangulu itu cerdas. Janganlah mengangkat pangulu itu orang yang bodoh atau kurang pendidikan, hendaklah mereka yang mencukupi ilmu tentang ilmu agama, tentang adat dan pengetahuan umum. Kalau pangulu itu kurang berpengetahuan tentulah kepemimpinannya dapat diombang-ambingkan oleh anak kemenakan maupun orang kampuang, karena kemakmuran akan jauh dari kaum itu, ia tidak dapat menegakkan kebenaran dengan adil dan rusaklah nama pangulu. Bak kata pepatah:
Alang cadiak binaso adat,
Alang alim rusak agamo,
Alang tukang binaso kayu
Alang buruak (budi pekerti) binaso kaum

4. Tablig artinya pangulu itu menyampaikan. Pangulu merupakan mediator antara pemerintah dan rakyat. Karena itu ia harus dapat menyampaikan kebijakan pemerintah dan begitu pula pangulu harus dapat pula menerapkan masalah agama kepada kaumnya. Dan diantara keduanya itu haruslah sinergi sehingga keadilan, kesejahteraaan dapat dicapai. Syarak mangato, adat mamakai, adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Pucuak paku kacang balimbiang,
Tampuruang lenggang lenggangkan,
Baok manurun ka saruaso
Tanamlah sirieh jo ureknyo
Anak dipangku kamanakan dibimbiang,
Urang kampuang patenggangkan,
Tenggang sarato jo adatnyo,
Tenggang nagari ka binaso.

III. Larangan atau Pantangan Pangulu

Larangan bagi pengulu itu adalah menjatuhkan bebiasaan kepada barang nan santoso, Janganlah pangulu itu ka ilie malonjak, ka mudiek mangacau, mangusuik alam nan salasai, mangaruah aia nan janiah, maninggakan siddiq jo amanah, bapaham bak kambiang dek ulek,kiri kanan mamacah parang. Barundiang bak sarasah tajun, mampunyai sifat takabua dalam hati, mamaki lobo jo tamak, bersifat dengki jo khianat. Pangulu itu dilarang menghalang-halangi bagi kemajuan nagari, membikin kacau, adu domba, apalagi pekerjaan yang akan merugikan kepada orang banyak dan pekerjaan yang dilarang oleh agama dan adat seperti berbuat cabul, sumbang dan salah.

Kesalahan besar

Perbuatan pangulu yang disebut kesalahan besar oleh adat adalah:
1 Tapasuntiang di bungo nan kambang yaitu mangawini seorang perempuan yang sedang/masih bersuami, atau di dalam iddah.
2 Tamandisi di pincuran gadiang, yaitu melakukan perkawinan dalam korong kampuang yang dipandang menurut adat, atau perbuatan cabul (tidak senonoh atau berselingkuh) dengan anak kemenakan (se suku).
3 Takuruang di biliak dalam, perbuatan selingkuh pangulu dengan perempuan lain dan diketahui oleh orang lain atau tertangkap basah.
4 Tapanjek di lansek masak adalah perbuatan pangulu yang tidak baik seperti mencuri, membunuh, merampok dan lain sebagainya.
Hukumannya adalah puntuang baambuih yaitu:
Diturunkan dari pangkeknyo (diberhentikan dari pangulu). Dijatuahkan dari kemuliaannya, kok gadiang dipiyuah dan balangnyo dikikih. Arti gadiang dipiyueh dan balang dikikieh adalah diberhentikan dari jabatan pangulu.

Mamaliahro harto pusako

Harta pusaka merupakan sesuatu hal penting dalam adat, karena harta pusaka itu merupakan sarana bagi anak kemenakan berkembang untuk mencari penghidupan seperti sawah dan ladang atau kebun. Di wilayah inilah pangulu berkuasa dalam arti memenejnya. Tugas pangulu adalah sumbiang dititiak, hilang bacari, kurang batukuak, patah basambuang, runtuah banayiakkan dan rusak bapaiki.
 
Pepatah mengatakan
Sawah nan bapiriang, ladang nan babidang
Banda nan baliku, padang nan babateh,
Kaateh taambun jantan, kok ka bawah takasiak bulan
Niniak mamak punyo wilayah.
Jua nan tidak dimakan bali,
Sando nan tidak dimakan gadai,
Manah jan hilang suku jan baranjak,
Bangso jan usah putuih,
Janlah harato tajua tagadaikan,
Rusak adat karanonyo.

Manjua harato pusako

Harta pusaka adalah hak syarikat dalam adat, yang pada mulanya sawah ladang/kebun itu merupakan kerja bersama oleh nenek moyang dalam suatu pasukuan yang sifatnya batali adat. Pengerjaan sawah ladang itu dulunya adalah secara gotong royong dan setelah selesai diadakan pambagian menurut adat dan mengucapkan sumpah bahwa ulayat itu tidak boleh dijual. Kalau dijual akan berpengaruh kepada wilayah ka panguluan, wilayahnya akan berkurang dan akan berkurang pula tempat tinggal anak kemenakannya dan akan berdampak pada kekeliruan dalam keturunan. Justru itu harta pusaka di Minangkabau dilarang berpindah tangan ke suku lain dalam suatu nagari. 

Bak pepatah:
Harato pangulu salakuak
Harato rajo saantakan,
Manah jan baranjak, bangso jan pupuih,
Harato jan dijua atau digadaikan.

Manggadaikan Harato Pusako

Gadai sebenarnya dilarang dalam adat, tetapi sewaktu-waktu dibolehkan yaitu fungsi sosial. Gadai ini oleh nenek moyang kita telah diatur begitu rupa yang penggunaan hasil gadai bak pepatah ini:
Kok tasasak ikan kaampang, tasasak kijang ka rimbo
Indak dapek batenggang lai, tak kayu janjang dikapiang,
Tak bareh atah dikisiak, kok tak ameh bungka diasah,
Tak aia talang dipancuang, guno harato palinduang malu.

Maka dibolehkanlah menggadaikan harato pusako di dalam adat tetapi setelah ditemui syarat-ayarat yang empat macam:
a. Adat tak berdiri
b. Rando gadang tak balaki
c. Rumah gadang katirisan,
d. Maik (jenazah) tabujua tangah rumah.

Menjual harta pusaka tidaklah dibenarkan oleh hukum adat, karena akan membawa akibat yang tidak sedikit di dalam kehidupan, pergaulan, ekonomi dan mempengaruhi kondisi masyarakat itu sendiri. Sedangkan menggadaikan dibolehkan bila telah ditemui secara jujur syarat yang empat macam itu tadi. Dan haruslah berdasarkan kapada kata mufakat dengan anak kemenakan yang bersangkutan, dengan syarat gadai itu hanya untuk jangka waktu dua tahun. Dengan mengikuti prosedur tentang gadai yang telah diatur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar