Kamis, 04 Agustus 2011

Peraturan Adat Minangkabau


1. Pemberian Gelar

Sesuatu yang khas Minangkabau ialah bahwa setiap laki-laki yang telah dianggap dewasa harus mempunyai gelar. Ini sesuai dengan pantun adat yang berbunyi sbb :

Pancaringek tumbuah di paga
Diambiak urang ka ambalau
Ketek banamo gadang bagala
Baitu adaik di Minangkabau

Ukuran dewasa seorang laki-laki ditentukan apabila ia telah berumah tangga. Oleh karena itulah untuk setiap pemuda Minang, pada hari perkawinannya ia harus diberi gelar pusaka kaumnya. Menurut kebiasaan dikampung-kampung dulu, bagi seorang laki-laki yang telah beristeri rasanya kurang dihargai, kalau ia oleh fihak keluarga isterinya dipanggil dengan menyebut nama kecilnya saja.

Penyebutan gelar seorang menantu, walaupun dengan kata-kata Tan saja untuk Sutan atau Kuto saja untuk Sutan Mangkuto, telah mengungkapkan adanya sikap untuk menghormati sang menantu atau rang sumandonya. Ketentuan ini sudah tentu tidaklah berlaku bagi orang-orang tua pihak keluarga isteri yang sebelumnya juga sudah sangat akrab dan intim dengan menantu atau semendanya itu dan telah terbiasa memanggil nama.

Setiap kelompok orang seperut yang disebut satu suku didalam sistim kekerabatan Minangkabau mempunyai gelar pusaka kaum sendiri yang diturunkan dari ninik kepada mamak dan dari mamak kepada kemenakannya yang laki-laki. Gelar inilah yang diberikan sambut bersambut kepada pemuda-pemuda sepersukuan yang akan berumah tangga. Karena itu pemberian gelar untuk seorang pemuda yang akan kawin, harus dimintakan kepada mamaknya atau saudara laki-laki dari pihak ibu.

Selain dari mengambil gelar dari perbendaharaan suku yang ada dan telah dipakai oleh kaumnya sejak dahulu, maka gelar untuk seorang calon mempelai pria dengan persetujuan mamak-mamaknya juga dapat diambilkan dari persukuan ayahnya atau dari dalam istilah Minang disebut pusako bako. Dan yang tidak mungkin atau sangat bertentangan dengan ketentuan adat ialah mengambil gelar dari pihak persukuan calon isteri, karena dengan demikian calon mempelai pria akan dinilai sebagai perkawinan orang sesuku.

Ketentuan untuk memberikan gelar adat kepada pemuda-pemuda yang baru kawin ini, tidak hanya harus berlaku dari rang sumando atau menantu-menantu yang memang berasal dari suku Minangkabau saja, tetapi juga dapat diberikan kepada orang semenda atau menantu yang berasal dari suku lain. Kepada menantu orang Jawa, orang Sunda bahkan kepada menantu orang asing sekalipun. Karena gelar seorang menantu sebenarnya lebih berguna untuk sebutan penghormatan dari pihak keluarga mempelai wanita kepada orang semenda dan menantunya itu.

Gelar yang diberikan kepada seorang pemuda yang akan kawin, tidak sama nilainya dengan gelar yang harus disandang oleh seorang penghulu. Gelar penghulu adalah warisan adat yang hanya bisa diturunkan kepada kemenakannya dalam suatu upacara besar dengan kesepakatan kaum setelah penghuluvyang bersangkutan meninggal dunia. Tetapi gelar untuk seorang laki-laki yang akan kawin dapat diberikan kepada siapa saja tanpa suatu acara adat yang khusus.

Pada umumnya gelar untuk pemuda-pemuda yang baru kawin ini diawali dengan Sutan. Seperti Sutan Malenggang, Sutan Pamenan, Sutan Mangkuto dsb.

Ada ketentuan adat yang tersendiri dalam menempatkan orang semenda dan menantu-menantu dari suku lain ini dalam struktur kekerabatan Minangkabau. Bagaimanapun para orang semenda ini, jika telah beristerikan perempuan Minang, maka mereka itu oleh pihak keluarga mempelai wanita ditegakkan sama tinggi dan didudukkan sama rendah dengan menantu dan orang semendanya yang lain. Karena itu kalau sudah diterima sebagai menantu, masuknya kedalam kekeluargaan juga harus ditetapkan secara kokoh dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang sama. Ini sesuai bunyi pepatah-petitih Minangkabau :

Jikok inggok mancangkam
Jikok tabang basitumpu

Artinya segala sesuatunya itu haruslah dilaksanakan secara sepenuh hati menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Nah, untuk semenda yang datang dari suku lain ini, pemberian gelar juga tidak boleh diambilkan dari perbendaharaan gelar yang ada dalam kaum ninik mamak mempelai wanita, karena jatuhnya nanti juga jadi perkawinan sesuku. Tetapi dapat diambilkan dari perbendaharaan gelar yang ada di keluarga ayah mempelai wanita atau disebut juga dari keluarga bako.

Atau bisa juga menurut prosedur yang agak berbelit yaitu calon menantu dijadikan anak kemenakan dulu oleh ninik mamak suku lain yang bukan suku mempelai wanita, kemudian ninik mamak suku yang lain ini memberikan gelar adat yang ada disukunya kepada calon orang semenda itu.

Pemberian gelar untuk calon menantu inilah, baik ia orang Minang maupun orang dari suku dan bangsa lain, yang wajib disebutkan pada waktu berlangsungnya sambah-manyambah dalam acara manjapuik marapulai. Hal ini ditanyakan oleh juru bicara rombongan calon mempelai pria yang menanti. Kemudian disebutkan pula secara resmi ditengah-tengah orang ramai setelah selesai acara akad nikah secara Islami. Inilah yang disebut dalam pepatah petitih :

Indak basuluah batang pisang
Basuluah bulan jo matoari
Bagalanggang mato rang banyak

Pengumuman gelar mempelai pria secara resmi setelah selesai acara akad nikah ini sebaiknya disampaikan langsung oleh ninik mamak keluarga mempelai pria, atau bisa juga disampaikan oleh pembawa acara. Dalam pengumuman itu disebutkan secara lengkap dari suku dan kampung mana gelar itu diambilkan.


2. Upacara Adat

Upacara Yang Berkaitan dengan Kehidupan Manusia

Upacara Sepanjang Kehidupan ManusiaUpacara sepanjang kehidupan manusia ini dapat pula dibedakan sbb:
1.      Lahir yang didahului oleh upacara kehamilan
2.     Upacara Karek Pusek (Kerat pusat)
3.     Upacara Turun Mandi dan Kekah (Akekah)
4.     Upacara Sunat Rasul
5.     Mengaji di Surau
6.     Tamat Kaji (khatam Qur’an)

Setelah melalui upacara-upacara pada masa kehamilan dan sampai lahir dan seterusnya maka dilanjutkan dengan acara-acara semasa remaja dan terutama sekali bagi anak laki-laki. Pada masa remaja ada pula acara-acara yang dilakukan berkaitan dengan ilmu pengetahuan adat dan agama. Upacara-upacara semasa remaja ini adalah sbb:
1.      Manjalang guru (menemui guru) untuk belajar. Orang tua atau mamak menemui guru tempat anak kemenakannya menuntut ilmu. Apakah guru dibidang agama atau adat. Anak atau keponakannya diserahkan untuk dididik sampai memperoleh ilmu pengetahuan yang diingini.
2.     Balimau. Biasanya murid yang dididik mandi berlimau dibawah bimbingan gurunya. Upacara ini sebagai perlambang bahwa anak didiknya dibersihkan lahirnya terlebih dahulu kemudian diisi batinnya dengan ilmu pengetahuan.
3.     Batutue (bertutur) atau bercerita. Anak didik mendapatkan pengetahuan dengan cara gurunya bercerita. Di dalam cerita terdapat pengajaran adat dan agama.
4.     Mengaji adat istiadat. Didalam pelajaran ini anak didik mendapat pengetahuan yang berkaitan dengan Tambo Alam Minangkabau dan Tambo Adat.
5.     Baraja tari sewa dan pancak silek (belajar tari sewa dan pencak silat). Untuk keterampilan dan ilmu beladiri maka anak didik berguru yang sudah kenamaan.
6.     Mangaji halam jo haram (mengaji halal dengan haram). Pengetahuan ini berkaitan dengan pengajaran agama.
7.     Mengaji nan kuriek kundi nan merah sago, nan baiek budi nan indah baso (mengaji yang kurik kundi nan merah sago, yang baik budi nan indah baso), pengajaran yang berkaitan dengan adat istiadat dan moral.

Setelah dewasa maka upacara selanjutnya adalah upacara perkawinan. Pada umumnya masyarakat Minangkabau beragama Islam, oleh karena itu dalam masalah nikah kawin sudah tentu dilakukan sepanjang Syarak. Dalam pelaksanaan nikah kawin dikatakan “nikah jo parampuan, kawin dengan kaluarga”. Dengan pengertian ijab kabul dengan perantaraan walinya sepanjang Syarak, namun pada hakekatnya mempertemukan dua keluarga besar, dua kaum, malahan antara keluarga nagari. Pada masa dahulu perkawinan harus didukung oleh kedua keluarga dan tidak membiarkan atas kemauan muda-mudi saja. Dalam proses perkawinan acara yang dilakukan adalah sbb:
1.         Pinang-maminang (pinang-meminang)
2.        Mambuek janji (membuat janji)
3.        Anta ameh (antar emas), timbang tando (timbang tando)
4.        Nikah
5.        Jampuik anta (jemput antar)
6.        Manjalang, manjanguak kandang (mengunjungi, menjenguk kandang). Maksudnya keluarga laki-laki datang ke rumah calon istri anaknya
7.        Baganyie (merajuk)
8.        Bamadu (bermadu)

Dalam acara perkawinan setiap pertemuan antara keluarga perempuan dengan keluarga laki-laki tidak ketinggalan pidato pasambahan secara adat.

Akhir kehidupan di dunia adalah kematian. Pada upacara yang berkaitan dengan kematian tidak terlepas dari upacara yang berkaitan dengan adat dan yang bernafaskan keagamaan. Acara-acara yang diadakan sebelum dan sesudah kematian adalah sbb:
1.            Sakik basilau, mati bajanguak (sakit dilihat, mati dijenguk)
2.            Anta kapan dari bako (antar kafan dari bako)
3.            Cabiek kapan mandi maik (mencabik kafan memandikan mayat)
4.            Kacang pali (mengantarkan jenazah kek kuburan)
5.            Doa talakin panjang di kuburan
6.            Mengaji tiga hari dan memperingati dengan acara hari ketiga, ketujuh hari, keempat puluh hari, seratus hari dan malahan yang keseribu hari. Pada masa dahulu acara-acara ini memerlukan biaya yang besar.

Upacara Yang Berkaitan dengan Perekonomian

Upacara yang berkaitan dengan perekonomian seperti turun kesawah, membuka perladangan baru yang dilakukan dengan upacara-upacara adat. Untuk turun kesawah secara serentak juga diatur oleh adat. Para pemangku adat mengadakan pertemuan terlebih dahulu, bila diadakan gotong royong memperbaiki tali bandar dan turun kesawah. Untuk menyatakan rasa syukur atas rahmat yang diperoleh dari hasil pertanian biasanya diadakan upacara-upacara yang bersifat keluarga maupun melibatkan masyarakat yang ada dalam kampung.

Pada masa dahulu diadakan pula upacara maulu tahun (hulu tahun), maksudnya pemotongan padi yang pertama sebelum panen keseluruhan. Diadakan upacara selamatan dengan memakan beras hulu tahun ini. Upacara dihadiri oleh Ulama dan Ninik mamak serta sanak keluarga. Adapun acara yang berkaitan dengan turun kesawah ini adalah sbb:
1.         Gotong royong membersihkan tali bandar
2.        Turun baniah, maksudnya menyemaikan benih
3.        Turun kasawah (turun ke sawah)
4.        Batanam (bertanam)
5.        Anta nasi (megantarkan nasi)
6.        Basiang padi (membersihkan tanaman yang mengganggu padi)
7.        Tolak bala (upacara untuk menolak segala malapetaka yang mungkin menggagalkan pertanian)
8.        Manggaro buruang (mengusir burung)
9.        Manuai (menuai), manyabik padi (potong padi)
10.      Makan ulu tahun (makan hulu pertahunan)
11.      Tungkuk bubuang (telungkup bubung)
12.      Zakat.

Upacara Yang Berkaitan dengan Selamatan

Dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat banyak ditemui upacara selamatan. Bila diperhatikan ada yang sudah diwarisi sebelum Islam masuk ke Minangkabau. Doa selamat ini untuk menyatakan syukur atau doa selamat agar mendapat lindungan dari Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa upacara yang termasuk doa selamatan ini seperti :
1.         Upacara selamatan atas kelahiran, turun mandi, bacukua (bercukur), atau memotong rambut pertama kali.
2.        Upacara selamatan dari suatu niat atau melepas nazar. Sebagai contoh setelah sekian lama sakit dan si sakit kemudian atau keluarganya berniat bila seandainya sembuh akan dipanggil orang siak dan sanak famili untuk menghadiri upacara selamatan.
3.        Selamat pekerjaan selesai.
4.        Selamat pulang pergi naik haji
5.        Selamat lepas dari suatu bahaya
6.        Selamat hari raya
7.        Selamat kusuik salasai, karuah manjadi janiah (selamat kusut selesai, keruh menjadi jernih). Upacara selamat diadakan karena adanya penyelesaian mengenai suatu permasalahan baik yang menyangkut dengan masalah kekeluargaan maupun yang menyangkut dengan adat.
8.        Maulud nabi.
9.        dll

Dengan banyaknya upacara yang dilakukan dalam masyarakat Minangkabau secara tidak langsung juga sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat dan juga dalam alih generasi yang berkaitan dengan adat dan agama di Minangkabau.


3. Penghulu

Arti Penghulu

Setelah nenek moyang orang Minang mempunyai tempat tinggal yang tetap maka untuk menjamin kerukunan, ketertiban, perdamaian dan kesejahteraan keluarga, dibentuklah semacam pemerintahan suku. Tiap suku dikepalai oleh seorang Penghulu Suku.

Hulu artinya pangkal, asal-usul, kepala atau pemimpin. Hulu sungai artinya pangkal atau asal sungai yaitu tempat dimana sungai itu berasal atau berpangkal. Kalang hulu artinya penggalang atau pengganjal kepala atau bantal.

Penghulu berarti Kepala Kaum. Semua Penghulu mempunyai gelar Datuk. Datuk artinya ” Orang berilmu – orang pandai yang di Tuakan” atau Datu-datu.

Kedudukan penghulu dalam tiap nagari tidak sama. Ada nagari yang penghulunya mempunyai kedudukan yang setingkat dan sederajat. Dalam pepatah adat disebut “duduk sama rendah tegak sama tinggi”. Penghulu yang setingkat dan sederajat ini adalah di nagari yang menganut “laras” (aliran) Bodi-Caniago dari keturunan Datuk Perpatih nan Sabatang. Sebaliknya ada pula nagari yang berkedudukan penghulunyu bertingkat-tingkat yang didalam adat disebut “Berjenjang naik bertangga turun”, yaitu para Penghulu yang menganut laras (aliran) Koto – Piliang dari ajaran Datuk Katumanggungan.

Balai Adat dari kedua laras ini juga berbeda. Balai Adat dari laras Bodi Caniago dari ajaran Datuk Perpatih nan Sabatang lantainya rata, melambangkan “duduk sama rendah – tegak sama tinggi”.

Balai Adat dari laras Koto Piliang yang menganut ajaran Datuk Katumanggungan lantainya mempunyai anjuang di kiri kanan, yang melambangkan kedudukan Penghulu yang tidak sama, tetapi “berjenjang naik – batanggo turun”.

Kendatipun kedudukan para penghulu berbeda di kedua ajaran adat itu, namun keduanya menganut paham demokrasi. Demokrasi itu tidak ditunjukkan pada cara duduknya dalam persidangan, dan juga bentuk balai adatnya yang memang berbeda, tetapi demokrasinya ditentukan pada sistem “musyawarah – mufakat”. Kedua sistem itu menempuh cara yang sama dalam mengambil keputusan yaitu dengan cara “musyawarah untuk mufakat”.

Kedudukan dan peranan penghulu

Di dalam pepatah adat disebut;
Luhak Bapanghulu
Rantau barajo

Hal ini berarti bahwa penguasa tertinggi pengaturan masyarakat adat di daerah Luhak nan tigo – pertama Luhak Tanah Datar – kedua Luhak Agam dan ketiga Luhak 50-Koto berada ditangan para penghulu. Jadi penghulu pemegang peranan utama dalam kehidupan masyarakat Adat.

Pepatah merumuskan kedudukan dan peranan penghulu itu sebagai berikut;

Nan tinggi tampak jauh                                    
Nan gadang jolong basuo                                 
Kayu gadang di tangah padang                         
Tampek balinduang kapanasan                         
Tampek bataduah kahujanan                            
Ureknyo tampek baselo                                   
Batangnyo tampek basanda                             
Pai tampek batanyo                                         
Pulang tampek babarito                                   
Biang nan akan menambuakkan                       
Gantiang nan akan mamutuihkan                       
Tampek mangadu sasak sampik                       

Dengan ringkas dapat dirumuskan kedudukan dan peranan Penghulu sebagai berikut;
·          Jadi Penghulu sakato kaum.
·          Jadi Rajo sakato alam.

Sebagai pemimpin yang diangkat bersama oleh kaumnya sesuai rumusan adat. Sebagai pelindung bagi sesama anggota kaumnya. Sebagai Hakim yang memutuskan semua masalah dan silang sengketa dalam kaumnya. Sebagai tumpuan harapan dalam mengatasi kehidupan kaumnya.

Syarat-syarat untuk menjadi Penghulu
Baik buruknya keadaan masyarakat adat akan ditentukan oleh baik buruknya Penghulu dalam menjalankan keempat fungsi utamanya diatas.
Pepatah menyebutkan sebagai berikut;

Elok Nagari dek Penghulu
Elok tapian dek nan mudo
Elok musajik dek Tuanku
Elok rumah dek Bundo Kanduang
.

Oleh karena Penghulu mempunyai tugas yang berat dan peranan yang sangat menentukan dalam masyarakat adat, maka dengan sendirinya yang harus diangkat jadi penghulu itu, adalah orang yang mempunyai “bobot” atas sifat-sifat tertentu.

Perlu dicatat disini bahwa Adat Minang secara mutlak menetapkan bahwa penghulu hanya pria dan tidak boleh wanita. Disini jelas dan mutlak pula bahwa sistem kekerabatan matrilinial tidak dapat diartikan dengan “wanita yang berkuasa”. Satu dan lain karena keempat unsur utama seorang penghulu seperti sebagai Pemimpin, Pelindung, Hakim dan Pengayom yang merupakan unsur-unsur yang sangat dominan dalam menentukan “kekuasaan”, berada di tangan pria yaitu di tangan penghulu yang justru mutlak seorang pria itu.

Pepatah adat menetapkan sifat-sifat orang yang disyaratkan menjadi penghulu itu adalah sebagai berikut;

Nan cadiak candokio                                       
nan arif bijaksano                                             
nan tau diunak kamanyangkuik                         
nan tau dirantiang kamancucuak                       
Tau diangin nan basiru                                      
Tau di ombak nan badabua                              
Tau dikarang nan baungguak                            
Tau dipasang turun naiak                                  
Tau jo ereng gendeng                                       
Tau dibayang kato sampai                                
Alun bakilek lah bakalam                                 
Sakilek ikan dalam aie                                     
Jaleh jantan batinyo                                          
Tau di cupak nan duo                                      
Paham di Limbago nan sapuluah.                      

Dapat disimpulkan terdapat 4 (empat) syarat utama untuk dapat diangkat menjadi Penghulu diluar persyaratan keturunan sebagai berikut;
·          Berpengetahuan dan mempunyai kadar intelektual yang tinggi atau cerdik pandai.
·          Orang yang arif bijaksana.
·          Paham akan landasan pikir dan Hukum Adat Minang.
·          Hanya kaum pria yang akil-balig, berakal sehat.

Sifat-Sifat Penghulu

Pakaian penghulu melambangkan sifat-sifat dan watak yang harus dipunyai oleh seorang penghulu. Arti kiasan yang dilambangkan oleh pakaian itu digambarkan oleh Dt. Bandaro dalam bukunya “Tambo Alam Minangkabau” dalam bahasa Minang sebagai berikut;

a. Destar
Niniek mamak di Minangkabau                  
Nan badeta panjang bakaruik                    
Bayangan isi dalam kuliek                          
Panjang tak dapek kito ukue                      
Leba tak dapek kito belai                          
Kok panjangnyo pandindiang korong         
Leba pandukuang anak kamanakan            
Hamparan di rumah tanggo                        
Paraok gonjong nan ampek                        
Tiok liku aka manjala                                 
Tiok katuak ba undang undang                   
Dalam karuik budi marangkak                    
Tambuak dek paham tiok lipek                  
Manjala masuak nagari.                           
 
b. Baju
Babaju hitam gadang langan                       
Langan tasenseng tak pambangih                
Pangipeh angek naknyo dingin                    
Pambuang nan bungkuak sarueh                 
Siba batanti timba baliek                            
Gadang barapik jo nan ketek                     
Tando rang gadang bapangiriang                
Tatutuik jahit pangka langan                       
Tando membuhue tak mambuku                 
Tando mauleh tak mangasan                      
Lauik tatampuah tak berombak                  
Padang ditampuah tak barangin                  
Takilek ikan dalam aie                               
Lah jaleh jantan batinonyo                          
Lihienyo lapeh tak bakatuak                       
Tando pangulu padangnyo lapang               
alamnyo leba                                             
Indak basaku kiri jo kanan                         
Tandonyo indak pangguntiang                    
Indak panuhuak kawan seiriang                  

c. Sarawa
Basarawa hitam ketek kaki                        
kapanuruik alue nan luruih                          
panampuah jalan nan pasa                          
ka dalam korong jo kampuang                   
sarato koto jo nagari                                  
Langkah salasai baukuran                          
martabat nan anam membatasi                    
murah jo maha ditampeknyo                      
ba ijo mako bakato                                    
ba tolam mako bajalan                               

d. Kain Sarung
Sarung sabidang ateh lutuik                        
patuik senteng tak bulieh dalam                  
patuik dalam tak bulieh senteng                  
karajo hati kasamonyo                               
mungkin jo patuik baukuran                       
murah jo maha ditampeknyo                      

e. Karih
Sanjatonyo karih kabasaran                       
samping jo cawek nan tampeknyo              
sisiknyo tanaman tabu                                
lataknyo condong ka kida                          
dikesong mako dicabuik                            
Gembonyo tumpuan puntiang                     
Tunangannyo ulu kayu kamat                     
bamato baliak batimba                               
tajamnyo bukan alang kapalang                  
tajamnyo pantang melukoi                          
mamutuih rambuik diambuihkan                  
Ipuahnyo turun dari langit                           
bisonyo pantang katawaran                        
jajak ditikam mati juo                                 
ka palawan dayo rang aluih                        
ka palunak musuh di badan                        
bagai papatah gurindam adat                      
Karih sampono Ganjo Erah                        
lahie bathin pamaga diri                              
Kok patah lidah bakeh Allah                      
patah karih bakeh mati                               

f. Tungkek
Pamenannyo tungkek kayu kamat              
ujuang tanduk kapalo perak                       
panungkek adat jo pusako                         
Gantang nak tagak jo lanjuangnyo              
sumpik nan tagak jo isinyo                         
 
Peringatan bagi Penghulu

Falsafah pakaian rang penghulu                  
Di dalam luhak ranah Minang                     
Kalau ambalau meratak ulu                        
Puntiang tangga mato tabuang                    
Kayu kuliek mengandung aie                      
Lapuknyo sampai kapanguba                     
Binaso tareh nan di dalam                          
Kalau penghulu berpaham caie                   
Jadi sampik alam nan leba                          
Dunia akhirat badan tabanam                     
Elok nagari dek pangulu                             
Rancak tapian dek nan mudo                     
Kalau kito mamacik ulu                              
Pandai menjago puntiang jo mato               
Petitih pamenan andai                                
Gurindam pamenan kato                            
Jadi pangulu kalau tak pandai                     
Caia nagari kampung binaso                       
Adat ampek nagari ampek                         
Undangnyo ampek kito pakai                     
Cupak jo gantang kok indak dapek            
Luhak nan tigo tabangkalai                         
Payakumbuah baladang kunik                    
Dibao urang ka Kuantan                            
Bapantang kuning dek kunik                      
Tak namuah lamak dek santan                   


4. Sambah Manyambah

Sambah-manyambah adalah satu tata cara menurut adat istiadat Minangkabau, yang mengatur tata tertib dan sopan santun pembicaraan orang dalam sebuah pertemuan. Kata-kata sambah yang dalam bahasa Indonesia berarti sembah, diambil dari semacam sikap awal yang dilakukan oleh setiap orang yang akan melaksanakan pasambahan. Sebelum memulai pembicaraannya ia harus terlebih dahulu mengangkat dan mempertemukan kedua telapak tangannya lurus diantara kening dan hidung bagaikan orang menyembah. Begitu pula sebaliknya sikap yang dilakukan lawan bicara ketika menerima sembah.

Sikap ini saja sudah menjelaskan intu hakikat dari acara tersebut, yaitu bagaimana masing-masing pihak yang bertemu dalam satu pertemuan bisa saling menghormati saling memperlihatkan adat sopan santun dan budi bahasa yang baik, termasuk dalam mengatur kata-kata yang akan diucapkan. Dan dalam sambah-manyambah ini bahasa Minang yang dipergunakan memang agak berbeda dengan bahasa yang diucapkan orang sehari-hari. Bahasa yang dipakai diambil dari bahasa kesusasteraan Minang lama yang liris prosais, penuh pepatah petitih dan dalam kalimat-kalimatnya banyak menjajarkan berbagai ungkapan dan sinonim untuk mempertegas maksud yang disampaikan.

Didalam aturan adat Minangkabau, tata cara sambah manyambah ini justru diletakkan sebagai lembaga pertama tentang adab sopan santun basa basi yang harus dilakukan oleh setiap orang yang bertemu dalam satu musyawarah. Sebagaimana gurindam adat menyebut :

Tasasak putiang ka hulu
Dibawah kiliaran taji
Aso mulo rundiang dahulu
Tigo limbago nan tajali

Partamo sambah manyambah, kaduo baso jo basi, katigo siriah jo pinang. Sambah manyambah dalam adaik, tali batali undang-undang, tasabuik bamuluik manih, muluik manih talempong kato, baso baiak gulo dibibia, pandai batimbang baso-basi, pandai bamain ereng gendeng, di dalam adaik nan bapakai, banamo adaik sopan santun.

Tiga Tingkat Pasambahan

Untuk zaman sekarang dengan mobilitas dan dinamika kehidupan yang begitu tinggi, terutama bagi orang-orang yang sudah biasa dikejar-kejar waktu dikota-kota besar, mendengarkan orang melakukan sambah-manyambah dalam bentuknya yang masih asli seperti yang terdapat dikampung-kampung di Sumatera Barat, sering mengundang kebosanan karena panjang dan lamanya.

Namun menurut tata cara sambah-manyambah tidak ada peraturan yang menetapkan bahwa orang yang akan melakukan pasambahan harus bisa melafaskan tambo, yaitu sejarah nenek moyang dan pepatah petitih Minang didalam pembicaraannya. Karena tujuannya yang utama adalah untuk melihatkan basa-basi sopan-santun. Jika sikap itu sudah tidak tercermin dalam tiga-empat kalimat prosais yang disampaikan secara tepat, maka itupun sudah sah disebut sebagai pasambahan.

Didalam tata cara sambah-manyambah disebutkan ada tiga macam tingkat pasambahan dengan tiga macam gaya yang dapat dilakukan dalam tiga acara yang berbeda pula. Pertama, pidato adat, kedua pasambahan penghulu dan ketiga pasambahan pangka batang.

Pidato adat.

Ini adalah tingkat yang paling tertinggi yang umumnya cuma dikuasai oleh para ahlinya dikalangan Penghulu Pucuk. Pembicara bukan saja sangat mengetahui tentang Undang-undang dan Hukum Adat Minangkabau tetapi juga sangat hafal mengenai tambo dan sejarah serta sangat fasih menyebut pepatah petitih lama. Penyampaian kalimat-kalimatnya pun selain mengikuti gaya liris prosais Minang dengan empat-empat suku kata tiap kalimat, sering juga mampu membawakannya dalam gaya setengah senandung.

Pidato adat ini biasanya ditampilkan dalam musyawarah-musyawarah besar para penghulu yang diadakan dibalairung adat. Yang menguasai gaya dan kemahiran ini nampaknya sekarang ini tidak banyak lagi bisa ditemukan di Sumatera Barat.

Pasambahan Penghulu.

Walaupun kemampuan melakukan pasambahan penghulu ini dahulunya merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang penghulu adat, tapi kenyataan sekarang tidak semua orang Minang yang menyandang gelar Datuk bisa melakukannya. Beberapa acara sesuai dengan siklus kehidupan manusia sejak dari kelahiran sampai kematian, terutama yang menyangkut kehidupan seorang penghulu, di Minangkabau upacaranya juga harus dilakukan oleh para penghulu. Akan sangat janggal rasanya jika di dalam upacara semacam itu ada penghulu yang tidak mampu melakukan pembicaraan dalam gaya pasambahan. Sehingga lahir idiom lama yang mengatakan Indak panghulu manulak sambah.

Apalagi dalam upacara pengangkatan seorang atau sejumlah penghulu baru yang sering dilakukan secara istimewa di kampung-kampung, maka kemahiran seorang Datuk dalam sambah-manyambah akan sangat teruji di gelanggang tsb. Malah sering kali gelanggang semacam itu menjadi ajang bagi para penghulu untuk saling memperagakan kemahiran masing-masing.

Untuk acara adat batagak penghulu inilah, tata cara sambah-manyambah memang diharuskan untuk mengikuti ketentuan-ketentuan sesuai dengan peraturan yang berlaku menurut luhak adat masing-masing. Dan sering bagi orang awam nampak panjang bertele-tele, karena tidak mengerti peraturannya.

Setiap pembicaraan harus disampaikan kepada sejumlah orang yang menerima pembicaraan harus selalu mengulangi pembicaraan orang itu, setiap menyampaikannya kepada orang lain lagi. Dan pemulangan jawabannya pun harus melalui siklus yang sama sehingga sampai kembali kepada pembicara pertama. Inilah yang didalam pepatah-petitih disebut :

Lamak kato dipakatokan,
Lamak samba dikunyah-kunyah,
Bakato indak sadang sapatah,
Bajalan indak sadang salangkah

Pasambahan Pangka Batang.

Ini adalah gaya bahasa pasambahan yang dapat dilakukan oleh siapa saja. Dan bisa ditampilkan dalam acara-acara lain yang bukan acara batagak penghulu misalnya seperti dalam acara perkawinan. Menurut kebiasaan yang berlaku sejak dulu di Minangkabau, kewajiban untuk melakukan sambah-manyambah dalam acara perkawinan tidaklah terpikul kepada Datuk-datuk tetapi merupakan kewajibana para menantu atau orang-orang semenda baru yang ada di atas rumah. Mereka inilah yang lazim diberi tugas untuk menjemput calon mempelai pria, dan akrena itu pulalah mereka harus menguasai tata tertib berbicara menurut alur persembahan walaupun secara sederhana. Tata cara yang sederhana inilah yang didalam kategori sambah manyambah disebut pangka batang. Artinya menguasai bagian-bagian yang pokok saja.

Pengertian pokok disini, adalah dalam cara menyampaikan maksud dan tujuan. Pembicara tidaklah perlu harus mengungkapkan tambo sejarah nagari, hukum adat dll yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan maksud dan tujuan pembicaraan. Tetapi kalimat-kalimat yang menyiratkan keramahan, tata tertib, basa basi dan sopan santun, tetap harus dipertahankan sesuai dengan esensi adat sambah manyambah itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar